PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan
tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain
dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa
Pancasila. Kesadaran etika yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh
subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai Pancasila itu
diyakini kebenarannya, kesadaran etika juga akan lebih berkembang ketika nilai
dan moral Pancasila itu dapat di terapkan kedalam norma-norma yang di
berlakukan di Indonesia .
Pancasila
juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum,
norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat Pancasila terkandung
didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan
suatu nilai, Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan
norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis
melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan
dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut
meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang
dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma
hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam
pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum
di Indonesia, Pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang
terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara
dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa materialis).
Pancasila
bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum
baik meliputi norma moral maupun norma hukum
1.2 Rumusan Masalah
- Apa pengertian etika, politik dan etika politik?
- Apa saja prinsip etika politik?
- Apa definisi dimensi politisi manusia?
- Nilai-nilai apa yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?
- Bagaimana pengertian nilai, norma dan moral?
- Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam makalah ini adalah :
- Dapat memahami pengertian etika politik
- Untuk mengetahui apa saja prinsip etika politik
- Dapat mengetahui apa definisi dimensi politisi manusia .
- Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik.
- Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
- Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
1.4 Batasan Permasalahan
Pancasila Sebagai
Etika Politik :
- Pancasila berasal dari kata “panca” yang berarti lima dan “sila” berarti dasar.Jadi pancasila merupakan dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
- Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
- Politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika
termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-aaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu
yang membahasas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
terntentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika
umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan
berbagai kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika
individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendir dan etika
sosial merupakan kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup
bermasyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
2.2 Pengertian
Politik
Pengertian
politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan
penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan
dari sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih.
Untuk
pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari
sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu
diperlukan suartu kekuasaan, dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk
membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan
suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan
perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah
terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public
goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai pplitik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan.
2.3 Pengertian Etika Politik
Sebagai
salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.
Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang
etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika
profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk etika politik yang
berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika
berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya
tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai
warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.
Fungsi
etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara
rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah
idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum
dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai
lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia
(makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan.
Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi
suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis
masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur
kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
2.4 Lima
Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila
sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun
menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1.
Pluralisme
Pluralisme adalah
kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai,
toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan
terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi,
toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan
sekelompok orang.
2. Hak Asasi
Manusia
Jaminan hak-hak
asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak
asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik
mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
- Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
- Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara
melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip
“kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus
atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin
berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi hanya
dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
- Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
- Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan
merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan
sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang
terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu
tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
- Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
- Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
- Korupsi
2.5 Dimensi
Politisi Manusia
A. Manusia
sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham
individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandan manusia
sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan
paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme
merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia
sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi
masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan
masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia
sebagai makhluk sosial.
Manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas
dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini
di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial.
Manusia di dalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya
dapat hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala
keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya serta
berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar
filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam
budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah
bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan
Indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan
monodualistis.
B. Dimensi
Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis
mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta
ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia
senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa
berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan
bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai
suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan
sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat
sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan
kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan –
tindakannya.
Dimensi
politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak
untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap
aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan
tindakkan moral manusia.
2.6 Nilai-nilai
Terkandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sila
pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan.
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
- Asas legalitas ( legitimasi hukum).
- Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
- Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang
menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral
religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah
negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial
) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan
negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan
atas hukum yang berlaku.
Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan
pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus
dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok Negara.
2.7 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
2.7.1 Pengertian Nilai
Nilai
(value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai
atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat,
persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang
filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga
diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan”
(wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu
sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem
sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah
wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Nilai sosial berorientasi kepada
hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur,
sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Dengan
demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.
Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan
nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu :
nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan
nilai religi.
Di
dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire).
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada
suatu objek itu sendiri.Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita – cita,
harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan.
2.7.2
Pengertian Norma
Norma
adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia
sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
- Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
- Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
- Norma kesopanan,dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
- Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
2.7.3
Pengertian Moral
Moral
berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar
secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak
bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,
prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti
moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral
ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya.
2.8
Pengertian Hierarkhi Nilai
Hierarkhi
nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat
terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai
tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang
ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan indra yang memunculkan rasa senang,
menderita atau tidak enak.
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan
yakni jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum.
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni.
4. Nilai
kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari
yang suci.
Walter G . everet menggolongkan
nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
a) Nilai–nilai
ekonomis
b) Nilai – nilai kejasmanian c) Nilai – nilai hiburan d) Nilai – nilai sosial e) Nilai – nilai watak |
f) Nilai – nilai estetis
g) Nilai – nilai intelektual h) Nilai – nilai keagamaan |
Sementara itu,
Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
- Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
- Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
- Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
- Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
- Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
- Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
- Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.
Dalam
pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria
sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak
dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman
yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati
nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang
bersumber pada berbagai sistem nilai.
Dari
macam – macam nilai, dapat dikemukakan bahwa yang mengandung nilai itu bukan
hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang
berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai –
nilai pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai
kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian nilai
– nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital,
nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili
kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha
Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagai ‘tujuan’.
2.9
Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan
nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu
mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara
menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana
tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam
kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat
ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara
moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada
di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
2.10 Nilai
Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praksis
Dalam
kaitannya dengan deriviasi atau penjabaran maka nilai-nilai dapat di kelompokan
menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai intrumental, nilai praksis.
A.Nilai Dasar
Nilai
dasar ini besifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala
sesuatu misalkan hakikat Tuhan, manusia dengan segala sesuatu lainnya. Demikian
juga hakekat nilai dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat suatu benda ,
kuantital, kualitas, aksi relasi ruang maupun waktu. Demikianlah sehingga nilai
dasar dapat juga di sebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya di jabarkan
atau di relisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis.
B.Nilai
Intrumental
Nilai
intrumental yang merupakan suatu pedoman yang dapat di ukur dan di arahkan.
Bilamana nilai intrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari maka hal ini merupakan suatu nilai norma. Dan nilai
intrumental sendiri juga dapat di katakan bahwa nilai intrumental itu merupakan
suatu eksplistasi dari nilai dasar.
C.Nilai Praksis
Nilai
praksis pada hakekatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
intrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Artinya oleh karna nilai dasar,
nilai intrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujutannya
tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial
manusia yang secara harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik.
Pancasila memang tidak boleh dilepaskan dari semua aspek-aspek didalam
penyelenggaraan sebuah negara. Dalam pelaksanaan Negara segala kebijaksanaan,
kekuasaan serta kewenangan harus di kembalikan kepada rakyat sebagai pendukung
pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut
kekuasaan ekskutif, legislatif, yudikatif, konsep pengambilan keputusan,
pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau
dengan lain perkataan harus memiliki legitimasi demokratis.
Pancasila
juga merupakan suatu system filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaraan lainya. Suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma – norma yang merupakan pedoman dalam suatu
tindakan atau aspek praktis melainkan nilai – nilai yang bersifat mendasar.
Sehingga penerapan Pancasila sebagai etika politik wajib dilakasanakan dengan
sebaik mungkin.
3.2 Saran
Saran
saya adalah marilah kita mempelajari Pancasila sebagai etika politik ini dengan
sebaik-baiknya, sehingga benar-benar paham. Karena hal ini menyangkut moralitas
dan kepentingan masyarakat banyak. Dan marilah kita mencoba mempraktekannya
dalam kehidupan berorganisasi dikampus dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar